Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya (kiri) tukar-menukar bingkisan
dengan perwakilan warga Baduy, Jaro Dainah (dua dari kiri) dan Saidi
Putra, saat Seba Baduy di Pendopo Kabupaten Lebak di Rangkasbitung,
Banten, Jumat (27/4). Upacara adat yang digunakan sebagai ajang
silaturahim antara warga Baduy dan pimpinan kabupaten itu diikuti oleh
1.438 warga.
Suku Baduy yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten, sampai sekarang masih mempertahankan "ritual seba" dan telah
dijalankan secara turun-temurun.
Suku yang masih mempertahankan
kehidupan tradisional tersebut, setiap tahun melaksanakan ritual itu,
yang diawali di Kebupaten Lebak dan dilanjutukan ke Provinsi Banten.
Tahun
ini pun, suku tersebut melaksanakan ritual rutin tersebut. Pada Jumat
(27/4) malam. sekitar 1.350 warga Baduy, dengan mengenakan pakaian serba
hitam, memenuhi Pendopo Kabupaten Lebak untuk mengikuti seba.
Kepala
Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Daenah menjelaskan,
masyarakat Baduy sudah tradisi setiap tahun merayakan seba untuk
silatuhrahim dengan kepala daerah yakni Bupati Lebak.
"Perayaan
seba tersebut dilaksanakan di Pendopo Kabupaten Lebak dan dihadiri
Kepala Daerah dan pejabat Muspida setempat," katanya.
Seba Baduy
merupakan tradisi dari peninggalan nenek moyang yang bertujuan menjalin
silatuhrahim dengan "Bapak Gede" (kepala pemerintah).
Perayaan
seba setelah menjalani ritual kawalu selama tiga bulan dan kawasan Baduy
Dalam yang tersebar di tiga kampung, yakni Cibeo, Cikeusik dan
Cikawartana tertutup bagi wisatawan. "Kami berharap dengan perayaan seba
itu dapat menyejahterakan masyarakat Baduy," ujarnya.
Menurut
dia, bagi warga Baduy Dalam mereka berangkat dari kampungnya tidak
menggunakan kendaraan tetapi berjalan kaki sepanjang 40 kilometer menuju
Rangkasbitung.
Masyarakat Baduy datang ke Pendopo Kabupaten Lebak
membawa berbagai hasil bumi seperti pisang, padi, buah-buahan serta
tanaman lainnya untuk dipersembahkan kepada Bupati Lebak Mulyadi
Jayabaya.
Keesokan harinya, Sabtu (28/4), sekitar 1.388 warga
baduy dalam dan baduy luar mendatangi kantor Gubernur Banten, sebagai
rangkaian dari perayaan seba.
Sejak pagi, warga baduy luar dan
dalam tersebut mulai memadati halam kantor Gubernur Banten di Jalan
Letjen Kyai Sjam’un Kota Serang. Sementara acara "seba baduy" tersebut
diselelnggarakan pada Sabtu malam di depan kantor Gubernur Banten.
Ketua
adat baduy dalam, Mursyid mengatakan, kegiatan ritual tahunan warga
baduy tersebut dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur dan menjalin
silaturahim kepada pemerintah Provinsi Banten, setelah warga suku
pedalaman di Banten Selatan tersebut melaksanakan panen hasil pertanian.
"Intinya
kami menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada pemerintah. Kami
juga berpesan agar pemerintah bisa melindungi kami dan hutan yang ada di
daerah kami," kata Mursyid atau biasa dipanggil ayah Mursyid.
Sebelum
melaksanakan seba atau persembahan di pemerintahan Provinsi Banten,
warga baduy luar dan baduy dalam, juga melaksanakan kegiatan serupa di
kantor Bupati Lebak pada Jumat malam.
Bagi warga baduy dalam
dengan pakaian serba putih, untuk mengikuti kegiatan tersebut harus
menempuh perjalanan selama dua hari dari perkampungannya di Cibeo Desa
Kanekes Kecamatan Leuwi Damar Lebak.
Sedangkan bagi warga suku
baduy luar dengan pakaian khas serba hitam. Mereka biasanya berangkat
dari kampungnya dengan menumpang kendaraan dari Terminal Ciboleger
menuju kantor Bupati Lebak dan dilanjutkan ke Pendopo Gubernur Banten.
Lestarikan
Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah mengharapkan, agar ritual seba tetap
dilestarikan, karena selama merupakan bagian kebudayaan, melalui ritual
tersebut juga warga pedalaman tetep bisa memelihara lingkungan.
"Dalam
seba masyarakat Baduy membawa aneka jenis hasil pertanian dan
perkebunan, dan ini berarti mereka tetap melakukan trandisi bertani dan
berkebun, maka dengan sendirinya lingkungan terjaga," katanya.
Berbagai
literatur menyebutkan, seba merupakan sebuah tradisi adat yang harus
dilakukan setiap tahunnya bagi warga Baduy sebagai wujud nyata tanda
kesetiaan dan dan ketaatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang
dilaksanakan kepada penguasa pemerintahan, dimulai dari Bupati Lebak dan
Gubernur Banten.
Seba itu sendiri dapat diartikan sebagai
kunjungan resmi yang merupakan peristiwa dalam untaian adat masyarakat
Baduy yang dilakukan seusai Kawalu dengan rangkaian acara secara
terperinci serta persiapan yang matang.
Seba, juga harus
berpedoman pada peraturan adat dan orang yang berperan dalam melakukan
Seba adalah kepercayaan pu’un, atau pemimpin Suku Badyu, atas nama
warganya memberikan laporan kepada pemerintah sekaligus menjembatani
komunikasi.
Misinya membawa amanat pu’un, memberikan laporan
selama satu tahun didaerahnya, menyampaikan harapan dan menyerahkan
hasil bumi dari tanaman ladang yang digarap.
Rombongan yang
berangkat tidak ditentukan, tetapi harus jaro sebagai orang kedua
pu’un, tokoh adat kajeroan, tokoh adat panamping, juru baasa, tokoh
pemuda dengan maksud agar mengetahui tata caranya dan bisa menjadi
generasi penerus dalam melanjutkan tradisi lelehur.
Dalam
pelaksanaan seba, kelompok kaum sepuh berperan sebagai pengamat jalannya
upacara dan pada saat sedang berlangsung tidak berbasa-basi dalam
penyampaian kata-kata tetapi tegas, terbuka, jujur, tepat dan jelas dari
permasalahan daerahnya tidak menutupi yang buruk dan tidak memamerkan
yang baik.
Sedangkan kelompok pemuda, mempunyai kewajiban sebagai
pengemban amanat pusaka untuk tidak menyimpang dari tujuan dan kelompok
tokoh adat mengatur tata cara yang bertumpu kepada pakem, keharusan,
larangan dan pantangan sejak berangkat dari daerahnya sampai ke tujuan.
Seba,
juga merupakan forum silaturahmi antara warga Baduy dengan pemerintah
yang dipimpin Jaro Tanggung Duabelas, sekaligus melaporkan situasi
social kemasyarakatan, keamanan dan hasil pertanian serta keadaan lain
yang terjadi selama setahun terakhir.
Dalam pelaksanaan seba,
dapat dibedakan beberapa kategori, yakni seba gede (seba besar) yaitu
apabila hasil panen yang diperoleh selama satu tahun tersebut sangat
memuaskan, maka barang bawaan seba dilakukan secara lengkap selain
hasil¿hasil pertanian, gula, pisang juga termasuk pelengkap dapur.
Kemudian
seba leutik (seba kecil) yakni apabila panen yang dihasilkan kurang
memuaskan pelaksanaan seba cukup dengan menyerahkan hasil¿hasil
pertanian tanpa dilengkapi dengan Perkara Olah dan peserta seba relatif
lebih sedikit.